Saat pikiran bercabang.
Aku dan jemariku, aku dengan pikiranku.
Kau bawa aku kemana saja. Sejak saat itu, semua harusnya tercerna.
Baiknya seperti apa, toh semua sudah berjalan seperti ini.
Takdir.. akankah pertemukanku denganmu?
Aku bungkam. Kaupun juga. Desahan yang sama.
Saat aku melihat segalanya lebih jauh, semua tampak lebih dekat.
Saat aku menatapnya begitu dalam, semua terasa begitu kecil.
Aku dengan hidupku, belum ada apa-apanya untuk aku di masa datang.
Persiapkan dirimu lebih matang, bahkan sendiripun masih terasa sulit bagimu.
Aku dengan realita yang ada, memelintirku. Kian dalam, jika tak ku persiapkan dengan baik.
Kini akupun pergi. Bukan berarti aku membencimu. Bukan berarti aku tak peduli lagi denganmu.
Tahukah kau, lagi-lagi, jika kau cerna semuanya lebih dalam... kita masih terlalu kecil.
Terlalu banyak yang belum kita tahu, terlalu banyak potensi yang harus dikembangkan.
Dan berpisah merupakan jalan yang terbaik. Itu menurutku.
Aku masih mengingat dengan jelas, saat potongan-potongan itu kembali menjadi satu.
Saat puing yang telah retak tersusun dengan indah. Saat menari-nari, bahagia dalam deraian tawa. Aku di gerbongku. Kamu di gerbongmu. Akankah kita berada dalam gerbong yang sama? Itu perkataanmu, dan aku masih mengingatnya.
Apa yang salah? Tak ada, tak ada yang salah dengan ini semua. Jalani saja... jalani dengan cara hidup kita masing-masing. Aku dengan senyum yakin! Kau akan hidup dengan baik :) sama seperti pesanmu untukku.
Hey lihat, lihat hidupmu lagi. Kamu harus terus belajar. Teruslah menjadi sosok yang mengarah pada kebaikan, melesat bak meteor menggapai impianmu. Ingat ibumu, ingat harapannya. Betapa rasa sayangnya padamu begitu besar. Dan kumohon, jangan pernah kau tinggalkan sholat. Itu tiangmu, penguat hidupmu.
***
Jepang, tujuanku selanjutnya. Saat sakura bermekaran indah, saat aku sadar akan sosokku yang baru. Saat aku semakin mensyukuri tiap detik hidupku..
Tidak ada komentar:
Posting Komentar