Rabu, 19 April 2017

Keluarga Cahaya (Part I)

Pernikahan... apa yang ada dalam pikiranmu tentang pernikahan?
Sebuah momen yang sakral?
Proses baru yang mendewasakan?
Bersatunya dirimu dengan orang yang kau sayang?
Rasa bahagia karena dilengkapi oleh seseorang?
Atau justru kamu berpikir, "Ah ini dia akhir dari penantian dan perjuangan panjangku.."
Sejauh ini, menurutku, yang paling cocok menjelaskan apa itu pernikahan adalah...
Ia merupakan proses baru dalam perjuangan, proses baru dalam belajar, proses baru untuk kembali sadar, dan memang sebuah proses baru yang panjang yang (semoga) mendewasakan...
.
Tahun 2016 merupakan tahun yang tak biasa seperti tahun-tahun sebelumnya. Kami tiga bersaudara diizinkan bertemu pasangan kami di tahun yang sama, dan yang tidak disangka-sangka si bungsu, yaitu aku, adalah orang pertama yang melangsungkan momen tersebut. Tepatnya 08 Februari 2016, aku melangsungkan pernikahan dengan Mas Ivan.
.
22 tahun dan 23 tahun adalah usia kami saat mengikrarkan janji pada Illahi untuk saling mengasihi. Seharusnya usia tersebut adalah usia matang bagi kami untuk menapaki lika-liku dalam menjalani bahtera rumah tangga, yang kemudian Alhamdulillah Allah melengkapinya dengan kehadiran Nizam, buah hati kami di Desember 2016. Awal pernikahan sampai saat ini menjadi momen-momen yang terlewati dengan berbagai perasaan. Kesemuanya membuat kami benar-benar belajar bagaimana membanguan sebuah keluarga yang dirindukan.
.
Kami menamakan keluarga kecil kami dengan nama "Keluarga Cahaya". Diambil dari bagian nama tengah kami berdua yang sama-sama berarti cahaya. Mas Ivan dengan "Noor" nya dan aku dengan "Nurika." Visi Misi keluargapun kami buat sejak awal pernikahan, pedoman yang terus mengingatkan kami akan impian besar yang harus diraih dengan perjuangan keras. Namun ternyata, pada kenyataannya semangat meraih impian besar tersebut pasang surut dengan kondisi dunia nyata. Entah karena lelah, karena waktu yang terkuras habis, atau karena kondisi diri dan hati yang terus beradaptasi dengan dunia baru ini, menjadi istri sekaligus Ibu bagi Nizam.
.
Hal-hal baru yang terjadi benar-benar membuatku berjuang keras dalam beradaptasi dengan segalanya. Pertama kali menapaki dunia pernikahan, pertama kali merasakan kehamilan, dan pertama kali pula melahirkan benar-benar mengajarkanku untuk sabar, pasrah, berserah diri pada Allah, serta senantiasa meng-upgrade diri dan hati untuk bisa memanaje waktu dan kerjaan secara maksimal. Bukan sekali dua kali aku kehilangan semangatku, merasa tidak becus menjadi istri ataupun ibu, atau merasa iri dengan teman-temanku yang dimataku masih punya banyak waktu luang untuk bersenang-senang ataupun berkarya secara maksimal. Itulah gambaran diriku di awal adaptasi.
.
Hingga akhirnya aku kembali dihadirkan dengan semangat membangun keluarga yang dirindukan saat menghadiri seminar yang diisi oleh Ibu Septi Peni. Dari pemaparannya akan dirinya dulu, aku seperti berkaca dengan diriku yang sekarang ini. Inilah pertanyaan-pertanyaan yang sama yang menggelayuti hatiku beberapa waktu ini, inilah kegelisahan-kegelisahan yang cukup menggangguku beberapa waktu ini, dan ini pula mungkin jawaban yang aku cari selama ini. Lewat Institut Ibu Profesional, aku akan belajar banyak untuk terus menjaga semangatku, semangat keluarga kecil kami untuk berjuang bersama meraih impian yang dirindukan. Kelak, akupun akan paham mengapa Allah menyuruh aku melalui semua ini. Bismillahirrahmanirrahim.. ya Allah bantu kami, mudahkan kami, dan pahamkan kami dengan cara-Mu. Kami yakin atas kuasa-Mu, kami yakin Engkau selalu memberikan yang terbaik bagi hamba-hamba-Mu.