Selasa, 10 Maret 2015

Tulislah Agar Engkau Mengingatnya

1:08

Jari jemari mengetik dengan perasaan meluap. Inilah mungkin yang dinamakan kecewa kepada dunia. Manusia, keserakahan, emosi, jabatan, dan kesemuanya yang menggelikan. Semakin kau masuk dan menyelam, separah itulah sistemnya sudah membutakan. Kau akan lihat betapa kerdilnya manusia yang sudah melupakan hatinya ketika mengambil kebijakan, kau kan lihat seberapa busuknya aroma kepalsuan. Dusta, ia membantu semua berdasarkan kepentingan nafsu dunia. Ya, hal yang wajar ketika manusia mempunyai kepentingan, semua pasti memiliki kepentingan, hal yang aneh mengusik mengkritik "Ah dia punya kepentingan." Ya semua memang punya, hanya saja niatnya kemana, itu yang perlu dipertanyakan dan dikritisi.

Kau kan lihat bahkan dari lingkungan sekitarmu. Begitu mudahnya ia melonglong sendiri tentang kinerja di sekitarnya, tentang sistem pemimpinnya, namun tanggung jawab ia pada pekerjaannya pun sama saja. Kopong, hendak kemana ia pertanggungjawabkan ucapannya? Maka dari itu diri ini selalu memberikan sinyal risih dengan manusia yang terlalu banyak bicara, entah terasa begitu saja, mulutnya berbusa bergelimang prasangka, padahal ia harusnya berkaca.

Kau kan kecewa banyak selepas kau menjalani semuanya dengan mandiri. Kau kan belajar menerka, memang pada akhirnya sedikit sekali yang patut kau jadikan teladan. Rasulullah haruslah sebagai panutan utama. Ah... selalu rindu membayangkan bagaimana sulitnya Rasul membimbing ummat. Tak pantas aku menyerah. Semua untuk melanjutkan apa yang Rasul wariskan, semua untuk Allah. Semua, di dunia, sebagai pembelajaran, amal yang engkau bawa kelak.

Hari ini aku benar-benar kecewa. Malam ini aku berdebat sengit dengan salah satu pengajar di kampus tentang sebuah tanggung jawab. Kuutarakan dengan bijak, apa yang memang seharusnya disampaikan. Dan Ia banyak berdalih, tentu, apalagi yang dibicarakan selain alasan-alasan normatif dan pada akhirnya "Menganggap hal yang beliau lakukan adalah wajar." Tak heran mengapa tidak banyak terjadi perubahan disini. Karena semua takut menuju zona perubahan, terkulai nikmat di zona nyamannya masing-masing. "Ingin mendapat tapi tidak dengan rasa sulit, ingin mendapat tapi tidak dengan merasakan pahit." Itu perjuangan atau pendzoliman? Kenikmatan duniawi memang melenakan. Entahlah, aku benar-benar kecewa.

Rasa kecewa selalu kuutarakan disini, hanya untuk diriku. Untuk mereka yang kuberikan adalah kesabaran setelah aku selesai dengan apa yang ada dalam hatiku, kemudian menyaringnya dengan jernih dan bertanggung jawab dengan menyampaikan secara bijak. Sampaikanlah jika itu bermanfaat, walau hal pahit yang harus kau keluarkan, semoga menguatkan.

Di umur 21 tahun ini, aku belajar untuk semakin berani mengungkapkan apa yang aku pandang, apa yang kurasa salah, dan apa yang harus diselesaikan. Masalah kian menumpuk karena kita sebagai manusia tidak berani mengemukakan pendapat atau justru terlalu banyak mengungkapkan pendapat yang tidak penting. Maka dari itu perlulah seimbang, seimbang ilmu dan ucapan. Berucap setelah memikirkan, ilmu didapat karena berpikir. Berpikir sebelum berbicara..

Aku harus kuat! Allah yang akan menguatkan. Menyerah bukan tabiatku, karena Allah telah titipkan segala potensi yang dengan penuh syukur kuterima dan harus kuamalkan. Kerjakan semua dengan niat untuk Allah, bukan dengan fokus "mendapat balasan." Jika memang tak dunia, yakini di syurga. Jika memang tidak, yang terpenting adalah keyakinan bahwa Allah selalu bersama kita, pahit dan manis yang Ia beri ialah bentuk kasih sayang sebagai proses pembelajaran hambanya. Belajar siroh agar selalu ingat perjuangan Rasul dan Sahabat. Kuatkah kita?

"Promise yourself to be strong  that nothing can disturb your peace of mind."

Selamat berproses, Fahma Nurika Aisyah. Ingatlah, Allah yang akan menguatkanmu :)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar