Sabtu, 17 Maret 2012

Senja Berpikir

Menjelang senja ini entah mengapa ada niatan kembali untuk menulis. Pikiran masih saja bercabang tentunya. Berpikir, merunutkan apa-apa saja yang belum terlaksana, entah tugas akademis ataupun organisasi ataupun yang lainnya.  3 gambar oke- perbaikan gambar tampak dan denah- isi logbook- mading rumah TIS- dekor rumah TIS- buletin TIS- desain kaos TIS- belajar fisdas dan alin- bisnis- tambahan ilmu- tugas pengARS, dan terakhir- merapikan kamar.

Entah apa yang terjadi sedari pagi, kini yang terasa adalah penat. Kepala rasanya berat. Rasanya ada yang salah, aku belum mengevaluasi diri. Aku belum merasa bermanfaat. Setidaknya untuk hari ini. Walau tadi pagi tetap membantu ibu dalam urusan cuci mencuci, namun tetap saja, rasanya waktuku terbuang percuma. Mungkin karena sedari siang tadi yang kulakukan hanya terlelap, mencoba menyegarkan kembali pikiranku, namun tetap saja upaya itu gagal. Sebangun dari tidur, yang terasa adalah bertambah penat. Namun ada satu hal yang pasti tak kan terlupa dari benakku. Beberapa menit lalu, saat aku terbangun dari tidur lelap, ayah melihatku begitu lemas. Iapun memberikan segelas teh madu hangat. Bahagia rasanya, saat ayah tersayang begitu memerhatikanmu. Begitu pula ibumu, yang menyuruh untuk minum obat. Setelah itu aku mengganti membuat teh hangat untuk ayah, dan satu ucapan ayah yang akan terus kuingat, "Kamu harus mulai sering melayani ayah ya Fah..." Ah, rasanya waktu semakin cepat ya. Jujur saja ada rasa sedih akan hal ini, waktu yang terus berjalan dan menuntut kedewasaanku. Dalam hal menjaga dan melayani ayah, dalam hal menggantikan posisi Ibu mengurus rumah, dalam hal lainnya..

Sejenak aku kembali berpikir, tahun ini umurku 19 tahun. Angka 19 bukanlah angka yang kecil. Lagi-lagi aku ingat perkataan bu Ina, guru ngajiku. "Kalian sudah dewasa, tidak pantas bila sehari-hari perilakunya masih sama seperti SMA." Ah, Ibunda... tiap kali aku mengingat perkataanmu, aku bercermin. Aku menemukan diriku masih sama seperti dulu. Sifat kekanak-kanakanku masih lebih besar dibanding kedewasaanku. Aku malu, tentu saja. Namun saat sifatku itu muncul, lingkungan seakan memakluminya. Dan aku terus saja melanjutkannya. Dalam hati tentu saja aku ingin dewasa. Sangat ingin. Saat aku menulis ini, aku kembali tersadar akan janjiku dulu. Aku mulai melupakannya.

Ketika aku meluangkan beberapa waktu untuk berpikir seperti ini, kembali ingatanku melayang ke masa dulu. Mengingat akan sesuatu. Tentang perasaan lebih tepatnya. Entah sudah lewat berapa waktu sejak itu. Kini aku sudah terbiasa. Sosokmu sudah lenyap termakan waktu. Bukan berarti aku marah padamu. Aku hanya menyesal, begitu bodohnya aku dulu. Begitu bodoh dengan rasa penasaran sampai menjatuhkan aku. Merontokkan tiap prinsip yang telah kubangun. Mengecewakan-Nya. Sungguh menyesal, namun tiada guna. Toh, semua sudah berlalu. Aku sudah memilih jalan ini, melepasmu. Yang belakangan aku tahu, prinsip yang kita pegang dulu, ternyata bagimu tidak seperti itu. Kamu membelok jalan, dengan secepat itu. Kita masih berteman, tentu saja. Semoga bahagia terus ada bersamamu..

Dan desahan terus berlanjut. Bicara tentang perasaan, itu akan menjadi hal yang sangat sensitif untukku. Mungkin hanya di beberapa waktu, yang terlihat kini aku sudah benar-benar terbiasa. Aku acuh memikirkan itu. Untuk apa? Tiada guna, tiada yang akan berubah. Karena aku sendiri tak mau merubah apa-apa yang ada sekarang ini. Dan takkan merubahnya sampai tepat waktu sesuai izin-Nya.

Menilik janjiku akan perubahan, aku rasa aku benar-benar sampai di titik melupakannya. Melupakan janjiku entah 4 bulan atau 3 bulan yang lalu. Satu persatu mulai terlepas. Merasa atau tidak, sadar atau tidak, kamu sekarang sudah seperti ini. Namun belum terlambat kan fah? Belum terlambat untuk memperbaiki dirimu.

Esok pertemuanmu kembali, pencarian dan penambahan. Pengokohan prinsip. Aku tak boleh tak datang lagi. Ini penting untuk menjaga segalanya. Ini jalan baik yang diberikan-Nya. Begitu besarnya nikmat yang Ia beri, namun begitu sombongnya kamu membangkang. Aku mulai kembali meniti tiap citaku. Meniti tiap derap langkahku, meniti rajut cinta kembali pada-Mu. Aku begitu cinta, begitu sayang. Begitu bersyukur, izinkan aku terus kembali Allah.. kembali hanya pada-Mu.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar