Senin, 24 November 2014

Jengah

Anggap saja semua ini angin lalu.
Ah.. selalu begitu. Lalu, ketika itu tak berubah, haruskah mewajarkannya?
Kita butuh di dengar, kita butuh diperhatikan, dan kita butuh dihargai.
Karena kita adalah manusia, dan itu sangat wajar.

Aku berkaca darinya, sungguh. Sosok yang selama ini kucinta.
Skenario Allah sudah seperti ini. Karena Ayah dan Ibu, anak-anaknya dengan mudah meraih segala mimpi mereka. Mudah dalam arti keteduhan hati masing-masing. Karena Ayah selalu ajarkan berusaha sekuat tenaga, sementara Ibu ajarkan kesabaran dan keikhlasan yang sesungguhnya.

Andai aku berandai-andai..
Selepas kuliah aku ingin mencari pemasukan lewat rumah. Aku tak ingin bekerja di bawah orang lain, atau yang mereka sebut sebagai karyawan. Mengapa? Karena aku ingin lebih banyak waktu bersama Ayah dan Ibu. Dan juga Mas, dan juga Abang. Empat tahun kuliah menyita banyak waktuku bersama mereka.

Dan tentunya, aku ingin waktuku lebih banyak untuk-Nya.
Katanya, pekerjaan yang paling baik adalah ketika kita bisa senyaman mungkin beribadah pada-Nya. Aku telah banyak alpa, dan aku tak ingin lagi mengulang hal yang sama. Aku ingin semakin dekat dengan-Nya, karena itu yang membuat teduhnya jiwa.

Dan memang aku kini jengah.
Tapi mereka selalu ajarkanku untuk bersabar menyelesaikan apa yang aku mulai. Tunggu aku Ayah dan Ibu, kalianlah motivasi terbesar yang menjadikan aku tangguh :)

1 komentar:

  1. Tetap semangat, tetap sibukkan diri biar jengahnya pudar :)

    Have a nice day :)

    BalasHapus