Minggu, 26 April 2015

Bertahan

Semenjak segalanya berubah, mungkin saja hati dan otakku sudah terlalu penuh dan menutup kebenaran di depan mata. Semenjak aku berhenti dan mencerna dengan lama, barulah aku paham bahwa hal ini benar-benar sudah tidak bisa dipaksakan lagi. Ketika pertanyaan menyeruak, 
"Apakah ini salah?" Bagiku tidak ada yang salah, hanya saja mungkin Allah belum mengizinkan kita semua ada dalam satu naungan yang sama.

Rani pernah mengatakan, "Mungkin saja kita sekarang ini nantinya hanyalah labuhan sementara. Disini kita belajar dan kemudian masing-masing dari kita akan berlabuh di tempat yang berbeda."

Berlalunya waktu makin memperlihatkan bahwa kami memang benar-benar berbeda. Sebenarnya bukan masalah ketika itu hanya perbedaan sikap atau apapun yang masih bisa diperbaiki dengan saling mengerti dan komunikasi. Namun jika hal itu menyentil penuh prinsip yang dijaga hingga kini, bagiku itu sudah sama sekali tak sama.

Sebisa mungkin kupertahankan hubungan yang bahkan semenjak awal sudah sangat rapuh. Sulit sekali tetap mempertahankan orang-orang yang pada akhirnya sudah tidak ingin berada lagi disini. Dan ketika perasaan itu menyerangku, giliranku yang bertanya: aku harus bagaimana?

Tabayyun. Bukan sekali dua kali kami lakukan tabayyun, di tambah mengatakan apa yang diinginkan bersama. Fokus apa yang harus kita lakukan dahulu, baru kemudian beranjak ke hal-hal lainnya. Pada akhirnya timbul kesepakatan untuk membagi peran, kami setuju. Hingga sang waktu memberiku paham yang semakin hari malah semakin tak kupahami, dan ia pada akhirnya harus keluar di waktu kini.

Aku menceritakannya pada sahabatku keseluruhan perasaanku dengan harapan dapat menggapai solusinya. Dan ternyata, sahabatku merasakan hal yang sama denganku. Keseluruhan perasannya sama, sudah tidak nyaman lagi karena berbeda prinsip. Ia mengatakan,

"Sejujurnya aku bertahan karena masih ada kamu disini. Hanya kamu teman yang memiliki prinsip yang sama. Karena itulah aku masih bertahan."

Hingga pada akhirnya kamipun saling menguatkan untuk menyerahkan ini pada Allah. Awalnya kami takut bahwa ini hanya akan menjadi ghibah, namun kami mencoba mencernanya dengan alasan-alasan logis mengapa perasaan ini bisa sampai muncul dan ternyata bukan hanya kami berdua yang merasakannya. Pada akhirnya kami mulai dengan memaafkan apa yang pernah saudari kami lakukan kepada kami dan detik ini juga harus memperjuangkan prinsip awal kami. Jika memang sudah tidak satu frekuensi, maka tidak usah dipaksakan dan dengan berat hati memang harus kami lepaskan...

Bukan melepaskan mimpi di awal, perjuangan yang diperjuangkan diawal.. Namun melepas naungan yang membesarkan kita bersama. Mungkin Allah memang belum izinkan.. Allah, Allahlah yang akan tunjukkan segalanya pada kami..

Tidak ada komentar:

Posting Komentar