Kamis, 01 Agustus 2013

Bolehkah aku merasa iri?

Ya,
Bolehkah aku merasa iri?
Bolehkah aku merasa kesal?
Iri dan kesal apa bedanya?
Jika boleh, aku hanya izinkan diriku untuk mengutarakannya disini.

Aku kecewa. Kecewa padamu yang beberapa waktu ini menghilang. Kau bilang memperbaiki dirimu beberapa waktu ini. Aku setuju. Sangat mendukungmu. Kau bilang sangat susah untuk izin keluar. Tapi nyatanya? Untuk urusan yang satunya kau bisa. Tapi untuk urusan lainnya yang merupakan prioritas untuk kita semua, kau tak hadir. Prasangkaku kau memang tak berusaha untuk izin hadir. Prasangkaku kau telah memprioritaskan yang lain, dan mengorbankan perasaan manusia lain. Setidaknya perasaanku, sahabatmu.

Sejujurnya aku teramat kesal. Tapi kenyataan yang aku lakukan adalah diam. Bagaimana mungkin aku marah padamu?

Aku kecewa. Dan jujur, aku menangis. Aku merasa ditinggal. Kamu pergi dengan perubahan yang lebih baik, aku turut bahagia. Namun aku sedih, kamu seperti melupakan aku dan lainnya. Melupakan mimpi yang pada awalnya merupakan mimpi kita bersama. Hanya sebentar tapi jujur, terasa perih. Hanya sebentar tapi jujur, membuatku iri.

Adakah hal lain yang lebih buruk selain iri terhadap sahabatmu sendiri?
Adakah hal yang lebih menyakitkan selain merasa ditinggal oleh sahabatmu sendiri?
Adakah hal yang lebih menyesakkan selain menangis tanpa bisa mengutarakan?

Aku tak tahu. Kejujuran tercepat yang akan aku lakukan adalah coba mengutarakannya padamu. Semoga aku mampu, dan... semoga kamu mengerti.

2 komentar: